Thursday, February 20, 2014

RECTOVERSO INDONESIA.

(Pada era presiden kedua, 27 propinsi diwajibkan setor dana APBD nya masing-masing ke Pusat. Golkar sangat berlimpah dana pada masanya dulu. Namun mengapa, PNS masing departemen dan juga Guru-Guru yang tergabung di dalam Korpri, sebagai bagian penting dalam Tulang Punggung Negara : bergaji sangat rendah? (Bahkan sering telat) Mengapa? Karena secara politik, itu memang diharapkan, kembali dengan bertopeng cita-cita mulia: agar para PNS dapat lebih kreatif mencari tambahan kebutuhannya. Namun itu justru merusak paradigma mentalitas Nasionalisme serta melahirkan budaya baru yang menjalar ke lingkup masyarakat luas. Munculnya budaya salam tempel, uang pelicin, uang dengar, dlsb itu merusak seluruh etos kerja didalam sistem kinerja tubuh tata kepemerintahan. Dari sisi Guru di saat itu, seperti apa mutu dan kualitas anak didik yang dihasilkannya, di 30 tahun yang akan datang? Terapan standar mutu kurikulum pendidikan yang berubah-ubah ke arah instan dan penuh pendangkalan itu, baru saya paham tujuannya kemudian saat raksasa korporasi investasi swasta dunia di persilakan masuk ke dalam negeri ini. Guna tersedianya tenaga kerja kelas rendah sebagai pelayan si Raksasa. Sisa nya di ekspor! .. Pada titk ini saya mahfum sekaligus sedih, ternyata hak mandapat pendidikan yang 'layak' di negeri ini, rakyat harus pasrah sesuai siraman rohani dari departemen religius lembaga yang melekat dalam negara, harus tunduk kepada kepentingan penguasa negara nya sendiri. Sign puisi nya persis, berbuat demi keuntungan sendiri, pedang di kiri dan tombak di kanan : di kiri berpedang kekuasaan dan dikanan bertombak cita-cita luhur kepada seluruh rakyat. Sampai lahirlah tulisan saya berikut ini.)

Saudaraku sebangsa dan setanah-air, ..


Berjanjilah utk tidak berkeras mencari siapa benar, siapa salah, karena itu akan membuat kita berjalan tetap ditempat secara budaya dalam bernegara. Karena semua kepentingan demi Kemenangan Dapur Sendiri sudah terlanjur saling menunggangi. 
Semua sudah terlanjur. Terlanjur berbagai kepentingan kemenangan instan antar masing pribadi, demi rejeki masing keluarga, terlanjur tumpang tindih kini. Dan sebagai Harkat Negara kesatuan, kita harus bangkit dari titik terkusut ini, tanpa lagi membedakan apa etnisnya, apa sukunya, apa agamanya, apa profesinya. Karena Nalar Kemanusiaan adalah Universal. 

Disini kita harus jujur bahwa ada sisi baiknya : Toh, kita masih dapat mengucap rasa syukur atas 'cipratan berkah' nya juga dari adanya kesempatan mencari nafkah diantara puing-puing reruntuhan standar ideal berdirinya sebuah negara Indonesia. 

Baiklah, begini, ..



Kolusi, itu jika dilakukan diam-diam.

Koalisi, jika itu dilakukan dimuka umum dan gamblang.

Keduanya sama saja : demi kepentingan siapa?

Dahulu, ..
Utk mengurangi jumlah angka pengangguran dan mengentaskan angka kemiskinan di Indonesia, presiden kedua berpuluh tahun lalu, mempersilakan korporasi raksasa investasi swasta selebar jagad masuk ke negeri ini.


Terus terakumulasi ke presiden demi presiden berikut sesudah beliau lengser, tak ada yang sanggup atau berani, satu pun merevisi kebijakan tersebut. 


Seorang Jenderal, pasti paham, bahwa harkat manusia di negara yang terlanjur diduduki oleh sistem (kapitalisme) yang bertolak belakang dengan irama sistem aselinya (berideologi Kerakyatan), akan menyebabkan rendah harkat rakyatnya secara rata-rata. Nasionalisme sekarang hanya digunakan demi mudahnya mobilisasi. Tanpa disadari terangkai nyata dengan sistem investasi Kapitalis yang berjurus eksploitasi dan egoist. 

Penerapan mutu kurikulum pendidikan yang jauh dari standar negara maju, tapi kurikulum ilmu ekonomi murni produk Barat yang diterapkan, disemua sekolah dan semua universitas, tanpa adaptasi terlebih dulu dengan kultur aseli masyarakat negeri ini, terestafet dengan bermacam langkah improvisasi, sejak era presiden kedua dan terus terakumulasi sampai detik ini.

Memunculkan standar generasi yang jelas terbaca, utk mau tak mau, mudah membebek melekatkan harapan sejahteranya pada laju keuntungan korporasi raksasa investasi swasta dunia dan domestik. Negara yang dulu gemah ripah loh jinawi dan kaya sumber daya alam ini, sementara, para Jenderal Negara rajin, meniupkan, memaksa rakyat menerima romantisme NKRI sebagai harga mati, rangkaian Pemuka Religius rajin pula menghembuskan siraman rohani untuk rakyat agar tetap sabar dan ikhlas, namun negara pengeksport tenaga manusia ini nyatanya, tanpa swasembada apa-apa. Rakyat tanpa kekuasaan terhisap harga tenaganya.

"Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti"

(Kesaktian maupun Kekuasaan yang kuat akan kalah dengan Doa Kesentosaan.
Jika dimasukan BERSAMA ke dalam satu wadah yang bernama negara, ideologi kapitalisme swasta akan menang menghadapi azas dasar Kerakyatan/Kesaktian Pancasila.. 

Merusak segala tatanan aseli dari standart idealnya sebuah negara republik Indonesia. Saat keterlanjuran ini telah terjadi, tak ada guna lagi saling menyalahkan, karena Penguasa dan rakyatnya rata-rata jadi serupa dan persis. Rakyat rata-rata terdidik iklim yang sedemikian rupa, menjelma pion-pion pertahanan dalam percaturan politik "kemenangan maksud pribadi" yang tertata rapi. 

(Namun bagaimanakah nasib anak cucu keturunan kita nanti di masa depan? Sebagai masyarakat yang akan kehilangan negerinya.. Terasing dan terkucilkan.. Contoh bangsa serupa itu sudah ada dan tak perlu terulang.)


.. oh, betapa .. negeri tetangga dan manca negara diam-diam mentertawakan kenyataan professor dan bayi disini, Jenderal dan Pemuka Agama, Pemuda dan Rakyat jelata, sama saja, tidak berdaya dalam satu lingkaran iklim politik, terlanjur terkotak dalam kepentingan memburu syurga dunianya sendiri, maka kondusif dari melencengnya ideologi negara yang terbiarkan sedemikian lama akan semakin lucu ..


Laksana para penjudi, semua rakyat, tak kunjung jera, tak bosan bertopeng kata "Mudah2an, Insyallah, Semoga esok akan lebih baik dari hari ini dengan hadirnya pemimpin baru" meski kenyataan di sekeliling tanah negeri : sudah tergadai semua..
Well,

Jika berbicara tentang negara, kita berbicara sistemnya seperti apa, demi kepentingan siapa. Ibarat mekanisme sistem dalam sebuah mesin, semua hal yang mengawali kerusakannya tidak bisa dikatakan "itu masalah basi", karena semua anak sekolah mesin tentu paham : kerusakan 1 komponen sistem/mesin, akan segera, cepat atau lambat, menyebabkan rusaknya alat-alat negara/alat-alat sistem yang lain.


Maaf, saya ulangi, sistem penerapan dan mutu kurikulum pendidikan negara yang juga jauh dari standar negara maju, itu terestafet dengan bermacam langkah improvisasi, sejak era presiden kedua dan terus terakumulasi sampai detik ini. Nah, saat mayoritas irama sistem yang tersirat berlaku adalah kapitalisme barat murni, maka sudah barang tentu, Kejujuran dan Loyalitas setinggi apapun, akan tereksploitasi. 

Terjemahan bebas dari tereksploitasi dapat berarti tergerusnya, termanfaatkan memperkuat yang berkuasa, menambah kaya yang kaya. dlsb. 

Seperti apa harkat diri masing rakyat, kualitas nalarnya rata-rata, yang wilayah negerinya terduduki oleh kekuasaan Kapitalisme (meski cuma oleh sistem ekonominya saja) otomatis akan tersengaja terbentuk dalam kualitas lebih rendah. Sehingga terapan logika ekonomi "segitiga piramida terbalik" dapat lebih lama lagi membelenggunya. 

Segitiga Piramida Terbalik ekonomi itu : mengkerucut ke golongan bawah, dan membesar ke golongan atas; adalah gambaran dalam modal kecil maka ia akan untung kecil, dan dalam modal besar maka ia akan untung besar. 

Yang modal besar mengeksploitasi modal kecil. Yang modal besar lah yang kuat dan menang. Ini bukan apriori atau fitnah. Ini logika dasar hukum ekonomi kapitalisme secara garis besar. Dan jelas merusak sistem negara berazas dasar Kerakyatan ini. Merusak paradigma Nasionalisme semua rakyat termasuk pejabat. Puluhan tahun terlanjur mendidik semua warga negeri ini. 

Detik ini, saat semua kebutuhan rakyat sudah tersengaja terkelola oleh korporasi swasta, otomatis berarti sistem negeri ini bukan lagi berazas dasar Kerakyatan Pancasila. 


Tanpa sengaja perhatian rakyat tergiring pada kasus2 Koruptor seolah penyebab aneka derita tragedi kemanusiaan di negeri ini tersebab oleh koruptor.

Padahal cuma karena sang koruptor lebih dulu tahu bahwa telah terjadi penyimpangan dari sistem ideologi negara, otomatis mereka ikut survive mencontoh raksasa, untuk menang. Agar dapat juga jadi kuat seperti Swasta, demi dapur sendiri dan anak cucu keturunan di masa depan. 


Jadi lucu, saat rakyat yang marah menuntut koruptor di hukum mati. Padahal rakyat terbengkalai dan para koruptor muncul, dari satu sebab yang sama : rusaknya sistem karena Raksasa Investasi Dunia yang dipersilakan masuk ke dalam negara yang sistem aselinya berazas dasar negara Kerakyatan.
Realitas ini menyebabkan 'aus' semua sendi sistem dan menimbulkan bunyi berisik. Karena menghapus, menolak Raksasa Investasi Swasta dunia dan kini, domestik tidak mungkin lagi, satu-satunya jalan adalah menganti azas dasar atau derajat kekentalan 'olie pelumas' mesin/sistem yang terlanjur itu. Agar kerusakan alat-sistem tidak saling menghancurkan, meluas, ujungnya menghancurkan negara/ bongkah mesin sistem itu sendiri.

Upaya-upaya menjembatani perbedaan kedua sistem itu mau tak mau cuma improvisasi saja, cuma seolah-olah saja. Bantuan-bantuan dana instan, sungguh cuma derma yang tidak membuat rakyat kuat secara keseluruhan
. Tak ada yang efektif, selain mentransformasi ideologi negeri ini. Karena professor dan bayi sama saja. Superman apa lagi. 




Kecuali rakyat bersatu padu menyadari realitas di tanah negerinya dan bersama mengkritik lembut namun tegas pada penguasa negeri ini untuk mau membela harkat rakyat sebagai sebuah bangsa yang ideologinya, mau tak mau pula harus bertransformasi jadi Kapitalisme Pancasila.  

Menggugat Korporasi investasi swasta dunia dan domestik dengan alasan upaya Nasionalisasi, sama saja merusak tatanan ekonomi kerajaan ekonomi dunia. Dan kalau negara-negara yang pernah membantu dana pinjaman ke dalam negeri ini, meminta dana pinjamannya dikembalikan secepatnya, karena alasan berbagai hal menyangkut kondisi negeri ini kemudian yang semakin porak poranda di segala tatanan terakibat revolusi, yang sekedar ribut tapi tanpa solusi efektif, misalnya. Sebagai akibatnya, tentu seluruh rakyat bangsa ini akan jadi budak sebagai tebusannya, secara gamblang dan lebih kasar lagi.

Namun jika terus dibiarkan, penguasa negara 
akan terus diam-diam berkolusi dengan korporasi raksasa swasta, bermain monopoli kapitalisme di atas semua kebutuhan rakyat. 

Sementara rakyat yang tentu jadi semakin rendah harkat nya, mengakar sejak berpuluh tahun yang lalu, hingga tersengaja terbentuk kualitas rata-rata : penuh romantisme religius, berpola pikir tradisionil dan dangkal, selalu perlu tokoh atau sosok sebagai 'penggembala bebek atau penggembala sapi perah atau panutan' yang penuh kultus utk menggerakkannya, dan .. penyuka tontonan komedi hahahaha saja itu.. di detik ini menerima tanpa sengketa istilah 'hukum membela yang bayar' ..




Sebelum acara Pilpres 2014. 


Demi adanya realitas kesesuaian dengan fakta di tanah negeri ini. 
Sudah waktunya Ideologi Negeri ini bertransformasi jadi Kapitalisme Pancasila. 

Kapitalisme Pancasila berbeda dengan Kapitalisme Barat, tentu saja. Tidak bersifat liberalistik di setiap individunya, tetapi mengedepankan pemberdayaan kualitas kemandirian swasembada pada lingkup kebersamaan masyarakatnya dalam menghadapi era Pasar Bebas Dunia sekarang ini, di dukung aktif ideologi negara kita yang telah bertransformasi menjadi Kapitalisme Pancasila.


Bertujuan,

1. Memproteksi eksistensi Indonesia agar tidak larut dalam peleburan dagang era Pasar Bebas dewasa ini. Negara tetap dapat sebagai Ibu Pertiwi yang sungguh berperan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh Rakyatnya dengan memupuk kekuatan Swasembada Raya. Menjaga harkat rakyat negara ini dalam eksisitensinya di mata Dunia.



2. Agar otomatis dapat membersihkan secara tuntas segala kesemrawutan kinerja dalam tata laksana kepemerintahan akibat benturan berbagai kepentingan yang terlanjur tidak berazas dasar Kerakyatan namun berazas dasar Keswastaan tadi.



3. Negara wajib menetapkan mutu Kurikulum Pendidikan Nasionalnya setara dengan standar Negara Maju.



4. Dengan demikian Negara perlahan namun pasti dapat mengajak Rakyat untuk melakukan upaya swasembada (swasembada kebutuhan pangan dan swasembada mesin industri termasuk kendaraan murah rakyat, sebagai prioritas pertama, dst ..).



5. Para Pengusaha swasta Domestik jelas berhak mensukseskan Era Pasar Global, mendapat dukungan ideologi negara dalam mengembangkan area Pasar Dagang nya ke seluruh dunia.



6. Para Pengusaha swasta Asing tetap dapat beroperasi di dalam negeri ini dengan membantu pemerintah melakukakan Up Grade SDM rakyat yang bekerja di dalamnya.



7. Saat terjadi Sinergi terus menerus dan harmonis antara Negara, Swasta, dan Rakyat, itu lah inti filosofi "Diantara 3 Gunung, Memeluk Rembulan", titik mulai dicapainya cita-cita luhur sila-sila dari Pancasila, secara murni dan konsekuen.


Bertransformasi jadi Kapitalisme Pancasila, satu-satunya jalan solusi yang tinggal. Agar Harkat Rakyat sebagai sebuah Bangsa dapat terbangun kuat, mandiri dan utuh. Saling menjaga keutuhan Indonesia sebagai sebuah bangsa, dalam invasi Peleburan iklim Dagang Global. 

Jika tidak segera bertransformasi, tetap seperti iklim sekarang ini, maka resiko hilangnya dominasi kekuasaan dan kedaulatan negara Indonesia di dalam peleburan dagang global tadi akan semakin jelas. Efeknya tragis untuk semua rakyat tanpa kekuasaan hari ini dan buat anak cucu keturunan di esok hari .. 



Bersinergilah Rakyat, Ideologi Negara dan Swasta, dalam Harmoni.



***********
Hamba mohon maaf, jika uraian ini terlalu panjang, ..

No comments:

Post a Comment