Friday, February 7, 2014

Gerilya nalar, ada nulis begini banyak-banyak via internet.


Menurut info dari kawan saya, seorang wartawan yg juga aktor hebat ..

: Oh jiwa yang Agung ! 
Kami meratap memohon belas kasih MU di siang dan malam.
Namun jua upaya kami anak beranak cucu mencari nafkah
tak urung harus tergantung
bagaimana kebijakan politik ekonomi
negeri tempat kami tinggal. 

Dulu, sebelum korporasi raksasa Swasta dunia datang ke Negeri ini.. 

"30 tahun yang akan datang, negeri kami yg konon berazas dasar negara Kerakyatan ini, akan kedatangan raksasa2 investasi swasta, maka dari sekarang mulai di laksanakan mutu kurikulum pendidikan yang nanti menghasilkan cara pandang dan mentalitas kualitas rendah banyak-banyak demi tersedianya pekerja pelayan raksasa swasta itu"..

(Oleh sebab itu sekarang ada istilah negara eksportir TKI? )



Duhai Jiwa yang Bijaksana, 
Dimana Engkau,
saat kini duka merebak acak,
terus terestafet sejak presiden kedua
sampai detik ini tanpa ada satu presidenpun
mau atau berani merevisi kebijakan itu,
tersebabnya kualitas mentalitas rata-rata rakyat ambruk,
segala kesemrawutan kinerja petugas negara sama otomatis ambruk
dalam tata laksana kepemerintahan
akibat benturan berbagai kepentingan
yang terlanjur tidak berazas dasar Kerakyatan,
namun berazas dasar Keswastaan,
negara tanpa swasembada apa-apa
dan semua kebutuhan tersengaja terkelola oleh raksasa swasta,
saling gigit bak srigala bagi sesama
karena tentu jurus kapitalisme adalah budaya eksploitasi dan egois,
lantas agama dijadikan sebagai penyejuk iman?
(ini kenapa negara menjadikan sisi religius sebagai alat politik) 

Para pemuka religius tentu lantang akan berteriak,

"Pendosa lah kamu yang meragukan agama sendiri!"

jika kami kemudian malas mendatangi mereka. 

Duhai yang di sana itu.. 
Kau kah yang bernama Budi Pekerti ?!


(MIRIS.. !!)

*pemakaian istilah meratap atau menggonggong, atau sekedar berkata, saya kira sama saja artinya, sebab sama pula profesor, JENDERAL, ilmuwan, atau anak kecil atau apalagi orang gila, menyikapi realitas negeri ini dari dulu sampai sekarang : sama-sama tak berdaya, ada di gawatnya keadaan iklim politik yg sama, sama-sama tidak mampu bersatu berdaulat bersuara TOLAK bersama ( kecuali "di gembala" oleh sejahtera? atau ikut2an secara estafet dari satu rezim presiden ke rezim berikutnya, mengambil keuntungan juga dari puing reruntuhan standar ideal berdiri sebuah Indonesia dan mau tak mau melekatkan harapan sejahtera pada korporasi swasta??) yang harusnya itu bersama lahir tanpa ditunggangi, tanpa dendam, tanpa anarkis, ada dengan sendirinya sebagai kesadaran dari derita bersama di setiap dada.. utk bersatu daulat diatas negeri sendiri.. dan bertanya lembut pada Bapak NEGARA .. "negeri ini sesungguhnya berideologi apa ya? Kenapa tidak konsekuen penerapannya? Kenapa tidak sesuai dengan realitas ditanah negeri ini? Mau kah bapak negara demi membela harkat rakyat yg terlanjur terduduki sistem kapitalis ini, mengumumkan pada seluruh khalayak negeri Nusantara bahwa Azas Dasar Kerakyatan telah bertransformasi menjadi Kapitalisme Pancasila? .." .. gitu sahabat?


Salam GERILYA NALAR via internet.

(Satyawira Wicaksana) 

No comments:

Post a Comment