Tuesday, April 9, 2013

Kepada Komunitas Semut, YTH.


  : Duhai Komunitas Semut yang rata-rata bijaksana, ikut berbudaya bersama di negeri yang SUDAH BERUMUR LANJUT ini, yang justru (sebagai rakyat) sudah belajar banyak dari segenap penderitaan, sadar atau tidak, sudah terestafet sejak Presiden ke dua lengser, sampai "idol" pemimpin era sekarang ini. 

Pada Era Jenderal Soeharto, seluruh 27 propinsi diwajibkan setor APBD ke pusat, tetapi gaji PNS sebagai Tulang Punggung Negara sangat rendah. Memang harga sembako juga murah saat itu, tetapi tetap saja tidak sebanding dgn rendahnya pendapatan PNS. 


Saya ingat betul pak Guru saya sepulang mengajar membawa sepeda motor nya pergi ke prapatan jalan : ngobyek. 

Kata "ngobyek" lambat laun menjadi "ngojek" 


Hal tersebut adalah upaya tingkat rendah memang, karena ada banyak tumbuh upaya-upaya pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi lagi sifatnya : Ada yang main "gunung emas freeport" ( baca Kasus Freeport ), ada yang main hutan, main pertanahan dan main pajak dll. (Dimasa sekarang kata "main" pada untaian tadi jadi lebih tegas dan lebih modern lagi : "mafia yang rapi terinstitusi" )


 Sungguh astagah memanghh ..





Pendeknya saat itu lah tanpa terasa menyakitkan di mulainya pembusukan/kerusakan Etos kerja di kalangan PNS, perlahan jadi aturan tak tertulis hingga terakhir Jenderal Soeharto 6 kali menjabat Presiden. Pergeseran nilai tadi pun terus menguat dan menjelma jadi budaya. Tak ayal istilah budaya salam tempel, uang pelicin, uang kaget, yang menyebar juga di kalangan rakyat, sesudah terestavet menular merusak sistem kinerja dan mentalitas rata-rata "tulang punggung" negara.





Pertanyaan kemudian, setelah Jenderal Soeharto lengser, apakah presiden-presiden berikutnya berani atau mau merevisi kebijakan itu?


.. yang tetap tak terjamah hingga terus terestafet, sampai sekarang ..



Maka jangan 'lebay', jika mengatakan semua sudah sesuai prosedur, apabila anda melihat kenyataan Transaksi Jual-Beli Peluang yang mahal sekali saat sesorang ingin masuk PNS, misalnya. Dari satu titik itu saja, sudah dapat memunculkan peluang 'tragedi kemanusiaan dilapisan rakyat' yang beraneka ragam di kemudian hari,..


Itu adalah potret yang sudah umum dan sudah di ketahui orang banyak, justru di negara yang kabarnya ngotot mengaku berazas dasar Kerakyatan Pancasila ini.


Maka jangan heran kini siapa pun "merasa terpanggil" untuk menjadi CAPRES atau CALEG, misalnya, sebab dalam kondisi pengelolaan negara seperti ini yg terus menerus itu, menyebabkan peluang keuntungan sebagai efek baliknya, menjadi jelas dan bisa dipastikan, apabila yg bersangkutan mendapat kursi kekuasaan yg diharapkan.


(Sampai disini anda, Komunitas Semut, harusnya malu dan bertanya, .. inikah yang di cita-citakan pendiri bangsa ini dengan azas dasar pengelolaan negara : Azas dasar Kerakyatan, Pancasila ??)


Belum lagi yang bermain di masuknya peluang Investasi asing

selebar jagad ke dalam tanah air negara Indonesia ini ?


Dengan bertopeng alasan "demi mengentaskan kemiskinan dan pengangguran" maka "dibukalah pintu investasi selebar jagad".

Mulai era JENDERAL Soeharto alm, sampai 'idol' Jenderal SBY sekarang, berikut Jenderal2 lainnya itu, Kopassus dan semua aparat bersenjata, sudah seharusnya "mereka" menjaga kemurnian penggunaan terapan Cita-Cita Luhur Azas Dasar Negara Kerakyatan Pancasila di negeri ini.  


Seharusnya secara naluri tak-tik tempur ala militer mereka paham bahwa alasan "demi menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak-banyaknya" itu dgn "membuka pintu Investasi Swasta selebar Jagad" punya titik bahaya yg mengancam dominasi negara kesatuan RI dalam menerapkan/melaksanakan cita-cita luhur Azas Dasar Kerakyatan PANCASILA bagi seluruh Warganya dalam jangka panjang di masa depan. Dan itu harga mati, karena tidak mungkin untuk di manipulasi ..



Namun nyata nya.. terus terestatafet dan terus berkembang hingga kini, mereka, para Raksasa Investasi Swasta selebar jagad yang tergiur keuntungan Rayuan Pulau Kelapa itu, terlanjur mendominasi disegala aspek kebutuhan hidup rakyat Indonesia. Apa mau dikata?


Yah,.. jelas Raksasa Investasi yang kini telah menjamur dimana-mana itu dan menggenggam sendi-sendi kebutuhan pokok rakyat itu bernafas dengan irama kapitalis serta menjalin hubungan cukup erat guna estafetnya iklim kondusif ini ke presiden berikutnya. 

Aneka macam tragedi kemanusiaan sebagai akibat, sebagai bahasa, sebagai wacana, sudah berulangkali memproklamasi pada kesadaran semua rakyat Indonesia. Namun nyatanya? Rakyat Indonesia tak mampu bersatu berdaulat menyelesaikan kekusutan justru di negerinya sendiri.
Ya iya laaah ..Mereka gak salah !! Semua Rakyat mau tak mau serupa dan persis dengan Kelakuan penguasa negerinya (berkolusi / melekatkan harapan sejahteranya sendiri dgn Raksasa swasta) karena terbangun dari iklim politik yg sama, satu negara.
Agar jutaan trilyunan dollar dominasi investasi swasta yang terlanjur itu tetap terjaga dan seimbang dengan sistem negeri ini, mengapa tidak sekalian saja Negara ini mengganti azas dasar negaranya menjadi Kapitalisme Pancasila?  

Maka detik ini sebelum penguasa berfikir utk mengadakan pemilihan siapa generasi penguasa berikutnya, di pelbagai tingkatan wilayah itu, sudah sepantasnya demi nasib semua rakyat negeri ini dapat seimbang segala tata peraturan kesejahteraannya dengan bercokolnya korporasi Investasi Swasta yang sudah terlanjur menggenggam semua aspek sendi-sendi negara, menyangkut kebutuhan hidup rakyat tadi, sudah sepantasnyalah penguasa terlebih dulu mengganti azas dasar negeri ini menjadi Kapitalisme Pancasila. Atau jika tidak, segera, serahkan negara ini pada negara lain yang sudi menjadi Bapak Asuh. Itu lebih baik, lebih logis mengingat realitas korporasi Raksasa Investasi Swasta tak mungkin di hapus, di usir, atau di batalkan hak-haknya. Itu lebih manusiawi buat semua rakyat, dari pada penguasa tetap terus membohongi rakyat, kokoh mengaku negeri ini berazas dasar Kerakyatan tetapi malah menggiring semua rakyat untuk menempel, melekat, atau dalam bahasa kerennya "bersinergi" dengan korporasi Investasi Swasta?

Rusaknya kualitas paradigma seluruh lapisan rakyat semakin hari saja dapat dipastikan tak dapat di perbaiki, sebagai akibat gesekan perbedaan sistem dan aturan main di tanah negerinya yang masih berazas dasar Kerakyatan ini, tetapi tidak konsekuen dijalankan. Rakyat terlanjur terdidik untuk bermain 'di air keruh'. Meski rakyat menyadari ke arah mana sesungguhnya keberpihakan penguasa negeri.. tapi mereka sebagai rakyat yang baik, tetap bersyukur dalam kondisi 'air keruh' ini masih dapat memanfaatkan kesempatan mencari nafkah... itulah Merdeka! Tentu saja dengan cara-cara yang cocok untuk 'air-keruh'. Walau seperti yang sudah pernah terjadi, diam-diam ancaman seperti apa, dari terlanjur terdidiknya kualitas mentalitas mayoritas manusia, yang pada akhirnya sering saling ber 'human error' itu, akan menciptakan korban 'secara acak' dapat lebih banyak dan lebih sadis lagi. Ah, itu soal nanti, bagaimana nanti saja.. gitu??
Oh jiwa yang Agung ! Kami meratap memohon belas kasih MU di siang dan malam. Namun jua upaya kami mencari nafkah tak urung harus tergantung bagaimana kebijakan politik ekonomi negeri tempat kami tinggal. Jika 30 tahun yang akan datang negeri kami yg berazas dasar negara Kerakyatan ini, akan kedatangan raksasa2 investasi swasta, maka dari sekarang mulai di laksanakan mutu kurikulum pendidikan yang menghasilkan kuli banyak-banyak. Wah, ada istilah negara eksportir TKI? 

Duhai Jiwa yang Bijaksana, dimana Engkau, saat duka merebak acak, tersebab kualitas mentalitas rata-rata rakyat termasuk petugas tata laksana kepemerintahan ambruk, saling gigit bak srigala bagi sesama, karena tentu jurus kapitalisme adalah budaya eksploitasi, lantas agama dijadikan sebagai penyejuk iman? Para pemuka religius lantang akan berteriak, "Pendosa lah kamu yang meragukan agama sendiri!" jika kami lantas malas mendatangi mereka. 
Duhai yang di luar itu.. 
Kau kah yang bernama Nurani?
 Ah, hidup itu memang kejam.

Saat para petinggi negara detik ini di pelbagai tingkatan kekuasaan secara estafet menyuburkan topeng alasan demi mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di dalam negeri ini dengan membuka pintu Investasi Swasta selebar jagad untuk masuk, mereka sebagai para petinggi negara jelas sangat diuntungkan sejak presiden kedua sampai detik ini oleh kebijakan tersebut, karena para Raksasa Investasi Swasta tentu berkolusi dengan mereka dalam masuknya keuntungan. Akan tetapi saat para pemegang kekuasaan yang "lebih kecil" tingkatannya ikut-ikutan atau mencoba dapat juga keuntungan dari situ; dipersempit peluangnya.

Tanpa para petinggi Besar itu sadari bahwa hal ini jelas akan memicu semakin kerasnya upaya "akal2an" dari 'kekuasaan kecil' yang lain.
Terus begitu, era presiden demi presiden dan terakumulasi hingga terlanjur semua tumpang tindih..
Alhasil, detik ini rusaklah semua tatanan Negara yang berazas dasar Kerakyatan ini.. 
Rusaknya tatanan Negara tentu menyebabkan seperti apa kualitas mayoritas rakyatnya..  Seperti apa kualitas mayoritas rakyatnya hingga membuat UUD45 kini teramandement? 
(Itu berarti mana mungkin lagi dapat bernama negara yang berazas dasar Kerakyatan jika segala dalam saripati /pokok pijakannya malah di ubah? Yang salah dan harus segera di benahi tetapi nyatanya tidak bisa, kan? ..adalah saat pertama kali dulu (waktu era presiden kedua) memasukkan raksasa investasi swasta yang lantas kini TERAKUMULASI terkorporasi menggenggam segala hajat hidup rakyat Indonesia? Amandemen itu jadi kata lain dari justification saja? Hahaha .. ya, ya, jadi lebih baik buat mereka pemegang puncak kekuasaan..)

Yang ada sekarang kepura-puraan, menopengkan Tuhan sekalipun. Ya demi keuntungan sendiri-sendiri dan kelompoknya saja, salah satu semisal, seperti kata teman saya di Jejaring Sosial beberapa waktu yang lalu : Mozok Departemen Agama hanya sibuk mengurusi agama Islam saja? Agama lain bagaimana, DEPARTEMEN AGAMA??! Departemen ini PALING KORUP diantara Departemen yang lain, dan tidak pernah berhasil meredam konflik dengan isyu agama di Republik ini. Malah makin menjadi, agamanya makin rusak. Ulama palsu bermunculan dimana-mana. Proyek milyaran pembuatan Al Qur'an selain dikorupsi juga mengalami salah cetak di beberapa ayat. Jadi DEPAG itu bukan membuat agama makin baik malah justru agak merusak..

Ah, hidup itu memang nyatanya kejam. 




Sebenarnya rakyat sendiri ( oh ya, logika PERWAKILAN SUARA jelas tidak relevan lagi digunakan pada sistem negara yang salah kaprah seperti Azas Dasar Kerakyatan tapi raksasa swasta menggenggam semua kebutuhan rakyat, karenanya rentan upaya2 suap dan kolusi) 
perlu mengusulkan bersama bersatu daulat tanpa anarkis : azas dasar negara ini bertransformasi sesuai realitas di tanah negerinya jadi Kapitalisme Pancasila,



1. Agar otomatis dapat membersihkan secara tuntas segala kesemrawutan kinerja dalam tata laksana kepemerintahan akibat benturan berbagai kepentingan yang terlanjur tidak berazas dasar Kerakyatan namun berazas dasar Keswastaan tadi.

2. Negara wajib menetapkan mutu Kurikulum Pendidikan Nasionalnya setara dengan standar Negara Maju.

3. Dengan demikian Negara perlahan namun pasti dapat mengajak Rakyat untuk melakukan upaya swasembada (kebutuhan pangan dan mesin industri termasuk kendaraan).

4. Para Pengusaha swasta Domestik jelas berhak mensukseskan Era Pasar Global dan mendapat dukungan negara dalam mengembangkan area Pasar Dagang nya ke seluruh dunia.

5. Para Pengusaha swasta Asing tetap dapat beroperasi di dalam negeri ini dgn membantu pemerintah melakukakan Up Grade SDM rakyat yang bekerja di dalamnya.

6. Saat terjadi Sinergi terus menerus dan harmonis antara Negara, Swasta, dan Rakyat, itu lah inti filosofi "Diantara 3 Gunung, Memeluk Rembulan", titik mulai dicapainya cita-cita luhur sila-sila dari Pancasila, secara murni dan konsekuen.



Tentu saja itu tidak mudah. Perlu ada sosok 'Superman' utk menyadarkan semua, atas realitas hubungan dunia dalam peta ekonomi di negeri ini dalam sinergi besarnya. Demikian menurut kawan saya yang wartawan itu, .. "But who cares?!, tambahnya, saya bukan 'Superman' , saya cuma Suparman, manusia biasa, yang juga punya keterbatasan.. 

Tetapi jika manusia2 biasa berdaulat bersatu bertanya bersama tanpa anarkis pada penguasa negeri : Ini negara sebenarnya konsekuen dan murni berazas dasar/ berideologi apa ya? .. " .. 


 Saat rumah bocor ketika hujan, yang harus dibenahi segera adalah sumber-bocornya, bukan malah berpolemik tentang segala hal, misalnya, dalam pesta demokrasi (2014?), ember mana yang cocok, tepat, jago mengantisipasi kebocoran  .. ?Hasilnya tentu seperti saat menunda gosok gigi, = gigi palsu menunggangi gusi .. (seperti : dana Bantuan Langsung Tunai, dana Bantuan Opersional Sekolah, Himbauan presiden yg berstandar ideal dan normatif, dan lain-lain, .. yang sedang dalam proses adalah Wajib Militer untuk PNS dan warga Sipil) Lucunya, semua tergelitik pada titik masalah yang di usik saja, sementara sumber masalah sebenarnya, tak terutik sekian lama. (maaf, pake metafor lagi ..red. )


Hmmm .. Seperti berharap pada lemparan dadu dimeja judi, karena cuma jadi persoalan individu: Semoga derita rakyat Indonesia tetapi tidak berpancasila secara murni dan konsekuen meski lambang negara burung Garuda..dan, Semoga derita warga negara berazas dasar kerakyatan tetapi tanpa swasembada apa-apa di kebutuhan pokok rakyatnya.. segera berakhir.. Amiin!


Ada Nalar yang bersatu jadi bulatnya kesadaran, Semoga! semua rakyat bersatu dengan NALAR yang terbuka bahwa : soal Partai Politik di indonesia bukan soal malaikat kah partai politik itu atau cuma Setan monopoli yang akan berdiri mengangkangi semua .. tetapi lebih kepada seberapa jauh partai politik itu mampu menumbuhkan konspirasi ROMANTISME PERUBAHAN di semua lapisan rakyatnya. 

Sebab sumber kesemrawutan dalam aneka macam tragedi kemanusiaan di indonesia cuma ada di satu sebab yang sejak presiden kedua lengser sampai detik ini tak tergubris sama sekali, yakni : tidak di terapkannya azas dasar kerakyatan Pancasila secara murni dan konsekuen. 

Berlarut bertubi hingga mengikis kecintaan, nasionalisme rakyat, pada negaranya sendiri. Mengakar kuat jadi budaya yang justru cuma topeng tipu daya karena alasan : investasi swasta yang dibuka selebar jagad "demi mengentaskan persoalan pengangguran dan kemiskinan" yang terlanjur Investasi Swasta selebar jagad menggenggam isi pasal 33uud45, malah menyebabkan Pembesar Indonesia kehilangan dominasi keberpihakannya dalam mekanisme Pasar untuk membela hajat hidup rakyatnya sendiri.. (membuat justification dengan segudang amandement utak-atik uud 45?) Begitu terus terulang.. terestafet tiap pilpres dan terakumulasi. 

Rakyat berupaya mandiri, saling egoist, survive jadi swasta-swasta kecil yang kemudian terhisap oleh swasta-swasta besar. Hukum Rimba juga pada ujungnya. "mungkin memang harus saya katakan berulang-ulang, bahwa, azas dasar kerakyatan terlanjur jadi omong kosong" 

Cape, deeh ..


Adakah institusi Negara, MUI (Majelis Ulama Indonesia) misalnya, yang bersifat sebagai pengayom umat Islam, turun bersuara membaca ketidak-adilan dalam tragedi kemanusiaan yang menimpa rakyatnya ini dan mengkritik keputusan pembesar negara nya sendiri? Atau institusi/elemen negara yang lain, seperti kOPASSUS, misalnya, dalam Tragedi kemanusiaan yang menimpa TKI kita yang kembali ke negaranya dalam "peti mati" ? Adakah bersuara menuntut penguasa negara untuk segera nyata berbuat memastikan jaminan keselamatan bagi sejarah perjuangan devisa dari para TKI?


Coba, sahabat, apa guna negara buat semua rakyat warga bumi putranya? Negara berazas dasar Kerakyatan tetapi semua kebutuhan rakyat terkelola oleh investasi swasta? Negara tanpa swasembada apa-apa dikebutuhan rakyatnya? Tinggal satu-satu jalan sejahtera bagi semua orang sebagai rakyat, terestafet dari presiden kedua sampai sekarang, tetap dibentengi pasukan bersenjata, utk mau tak mau harus melekat erat ikut menyuburkan investasi swasta.. Tapi, investasi swasta tentu berirama kapitalis, mana ada kapitalist yg tidak egoist? tidak berjurus eksploitasi? Simalakama ya.. 


Memang berharap pada pilpres 2014 itu adalah SALAH SATU bentuk kemerdekaan semua manusia di muka bumi negeri ini. Tetapi "bernalar" adalah wajib agar dapat kita meniti jalan bijaksana, paling tidak dalam memandang kekusutan ini. Coba anda renungkan, jika ada seratus orang baik berbudi luhur yg mengatakan siap membela hajat hidup rakyat negeri ini, tetapi tanpa mengubah azas dasar negara ini, dan malah mengajak semua rakyat berharap dan berusaha, bla..bla..bla (segudang niat suci dan luhur terlontar tapi tidak yg satu itu) Karena merubah azas dasar negara berarti merubah sistem negara. Maka akan sama saja keadaannya dengan kebohongan seperti detik ini. Cuma beda rupa-rupa warna balon nya, namun berbenang merah sama. Mau tak mau, masyarakat negeri ini ibarat perawan, waktu terkena penetrasi budaya kapitalis, mana mungkin dapat kembali jadi perawan?.. Isn't it? 

Sampai sekarang rakyat tanpa sadar tetap "dipaksa-didik" oleh materi tayangan lawakan sampai kemudian rakyat terbiasa melawak dalam kenyataan buruk negaranya itu, terlanjur kehilangan kebersatuan NALARnya dalam hidup bersama berbangsa dan bertanah-air. Sebab ketidakberesan begitu bertubi dalam tata hukum, tata kesejahteraan, tata sandang-pangan, tata bahan bakar, tata mutu kurikulum pendidikan, yang dalam pendidikan ekonomi, misalnya, secara utuh bulat ilmu ekonomi barat yang diajarkan di semua sekolah tanpa adaptasi terlebih dulu pada azas kerakyatan yang jadi karakter dasar bangsa ini sejak puluhan tahun yang lalu .. akibatnya, cara pandang ekonomi generasi bangsa ini rata-rata mengacu pada hukum Kapitalis .. sementara penguasa tetap kokoh sok mempertahankan negara ini seolah "berpancasila" .. Ini pembohongan publik menunggangi keterpojokan rakyatnya? Untuk apa bicara NKRI yang berPancasila, tetapi tidak murni dan konsekuen dalam terapannya itu dengan "harga MATI"??


"Jangan terus menerus rakyat dibohongi setiap 17 agustus, seolah Kerakyatan Pancasila dan Indonesia masih ada, bro :) "

Apakah 'Presiden yang baru' mampu membatalkan semua kontrak kerjasama Ekonomi dgn raksasa korporasi Investasi Swasta di tanah yg justru berazas dasar Kerakyatan? 

Tentu tidak mungkin. Raksasa Investasi Swasta itu bersurat kontrak kerjasama ekonomi yang sah dan telah sejak lama telah 'ikut membantu menyumbang melengkapi' sarana dan prasarana di dalam pertumbuhan pembangunan negeri ini..(misal, lampu-lampu panggung pertunjukan di gedung pusat kesenian jakarta adalah sumbangan dari pemerintah Jepang, dll.)

Jika saja penguasa negeri ini sungguh berbudi luhur dan penuh kasih terhadap derita semua rakyatnya,.. Satu-satunya jalan merubah sistem negara agar fair: dengan perombakan/revitalisasi semua elemen negara mulai dari awal secara elegan, tepat, dan bermartabat adalah merubah azas dasar negara ini menjadi Kapitalis Pancasila. Lebih baik begitu daripada sok berazas dasar Kerakyatan Pancasila tetapi hanya pura-pura / seolah-olah saja? 


Seperti kasus penembakan di penjara Cebongan, Jateng, yang menginspirasi pemberantasan Premanisme dikalangan seluruh rakyat Indonesia, sungguh suatu gebrakan yang hanya membuat takut rakyat memuncak saat baru menyadari bahwa hukum di negeri nya juga telah jelas kehilangan kekuasaannya, bahwa sebagai gantinya kekuasaan senjata dan peluru yang mengingatkan tragedi PETRUS di era Jenderal Soeharto.



Jatuhnya wibawa hukum dan peradilan di Indonesia, dapat juga dilihat sebagai "alat ukur" atau "alat baca" bahwa hal tersebut mempengaruhi Sendi-Sendi Negara yang lain, baik cara pandang, mental seluruh rakyat bersama budayanya, hingga serupa dan persis.
.. "Ketika infrastrukturnya bergeser, segala sesuatu runtuh"
(Stan Davis, @ The 8th Habit, SR. COVEY, hlm.21) ..

Sejak 1967 praktis Indonesia sudah Dalam cengkraman Neokolim, dlm konferensinya di Geneva di putuskan antara lain: Freeport dapat gunung eMas di Irian Barat, Consorsium Eropa dapat nikel. Di Irian Barat dan Alcoa dapat bauksit di Riau, bangka belitung, dan sekelompok perusahaan amerika, jepang, perancis mendapat hutan tropis di Sumatra, Kalimantan, Irian Barat, dan lain lain.. Negara kapitalis, maaf, terlanjur, menguasai bumi Nusantara.

Sampai di detik ini, kekalahan ekonomi Indonesia yang terlanjur tergenggam raksasa Investasi Swasta di semua aspek kebutuhan pokok rakyatnya itu, mau tak mau tak bisa diubah lagi, cuma menyisakan satu jalan survive demi sejahtera bagi seluruh warganya: melekat erat, ikut menyuburkan investasi swasta. (korupsi massal secara tak langsung ikut menyuburkan juga menguatkan investasi swasta.. ) Lihat, sebagai negara yang berazas dasar Kerakyatan tetapi tanpa swasembada apa-apa di kebutuhan rakyatnya? Melulu tinggal beli. Sungguh aduh sekali..  Saya yakin, semua rakyat Indonesia sangat kecewa atas kejadian ini. Semakin tak jelas seperti dalam dunia perpolitikkan, mana kawan sejati, mana lawan, dengan pemerintahnya sendiri.



Sementara itu, raksasa Investasi menjalin hubungan semakin erat dengan si penguasa pemegang kendali guna estavet iklim kondusif seperti sekarang ke penguasa berikutnya lagi di tahun 2014 nanti. Tidak kah anda mencium, Komunitas Semut, aroma Nasionalisme itu sejujurnya tidak ada lagi?

Ia ada cuma sebatas romantisme pada pertandingan olah raga antar negara, pada saat kampanye parpol, pada saat bencana alam juga jadi ajang para swasta produsen mengiklankan produknya: makanan murah bervetsin.. (wah?)


Tegaslah semua rakyat bertanya pada pembesar negeri ini, bersatu bersuara bulat dengan elegan, bermartabat, tanpa anarkis : Indonesia sekarang negara berazas-dasar, apa? PANCASILA ATAU KAPITALIS ? Harus seluruh rakyat bersatu bulat! 

Semua kita harus terbuka kesadaran akal sehatnya bahwa logika "perwakilan suara" pada abad belakangan ini sudah tidak relevan lagi digunakan sebab rentan adanya praktik suap dan kolusi.

Sebelum rakyat benar -benar kehilangan rasa hormatnya pada penegakan hukum di negeri tercinta kita ini, saya percaya masih banyak penguasa di negeri ini yang memilik hati nurani dan berbelas kasih pada seluruh rakyat Indonesia.



Saya bersama teman-teman yang mencintai aparat penegak hukum di Indonesia telah berencana membuat satu tayangan serial cerita film televisi yang mengangkat citra baik para penegak hukum kepolisian Indonesia beserta aneka misteri kasus-kasus kejahatan yang mereka hadapi. Dengan rendah hati saya bertanya mewakili teman-teman : tidak kah garapan produksi kami tersebut nanti cuma akan menjadi bahan olok-olok seluruh rakyat penontonnya? Haruskah kami juga memaksakan diri dan pura tidak paham sumber kenyataan sebenarnya?


Seperti yang anda bayangkan, tentu para raksasa Investasi yang begitu banyak tertebar di seantero penjuru negeri ini akan berirama KAPITALIS dalam upaya menyerap keuntungan, .. nah, kalau prosentasenya begitu banyak di tanah-air kita ini, akan malah menyebabkan negara kehilangan kendali terhadap wilayahnya sendiri.

Lihat saja undang-undang tenaga kerja (dan yg tidak tertulis namun terjadi : UMR dalam standar gaji yang malah menyudutkan tenaga kerja kita dgn ancaman pengurangan tenaga kerja/PHK ..) Harga sembako dan bumbu dapur selangit harganya, mosok negara ber Pancasila ini tanpa swasembada apapun di kebutuhan hidup rakyatnya ? (sampai di bagian ini harusnya mengusik jiwa ksatria anda ) .. Rakyat terhisap habis harga tenaganya .. yang cuma berstandar Rupiah dan Pancasila.

Tegaslah bertanya pada pembesar negeri ini, bersatu bersuara bulat dengan elegan, bermartabat, tanpa anarkis : Indonesia sekarang negara berazas-dasar, apa?


SEBAB JIKA TIDAK, rasa cinta pada negara ini akan terlanjur luntur di dada setiap rakyat Indonesia. Hukum rimba tentu saja akan mewarnai peta kehidupan kita dalam berbangsa. Semua akan berorientasi pada keselamatannya sendiri-sendiri. Individualisme akan jadi budaya baru dan segera cepat mewabah di Indonesia. Nah, kondisi ini, apa bedanya dengan Negara Kapitalis?


Hehehehe .. Akan ada fenomena pertanyaan di sekolah-sekolah, dimasa depan, "Tolong jelaskan ciri-ciri rakyat Kapitalis yang hidup bertopeng berkuasa di negeri Pancasila ?"


Waduh,..?



Membaca kehendak raksasa Internasional sebagai kakak kelas (senior) di dalam sekolah yang bernama Dunia ini, hmmm .. 

Seharusnya ada pihak-pihak tertentu dari komponen dalam negeri kita yang dapat mengambil manuver demi nasib dan masa depan rakyat Indonesia. Sebab menolak atau memusuhi Investasi Asing tentu tidak etis, dan hanya menunjukkan sikap yang tidak tahu berterima-kasih kita sebagai "negara berbudaya" .. ..akibat "pernah ditolong" dana bantuan luar negeri saat krisis moneter 1998 yang lalu, yang mengakibatkan ketertundukan pemerintah negeri ini atas permintaan investasi asing pada sendi-sendi kebutuhan pokok rakyat. Seperti yang ditulis wartawan Detik.com :


Turuti IMF, RI Hanya Proteksi Beras Sementara Malaysia Proteksi 30 Bahan Pangan. Masih ingat krisis ekonomi 1998? Saat itu International Monetary Fund (IMF/Dana
Moneter Internasional) memberikan bantuan kepada Indonesia tetapi ada syaratnya.
Yakni Indonesia harus melepaskan proteksi 9 bahan pokok yang dilakukan Perum Bulog."Masih ingat tahun 1998, ada IMF masuk, itu ada syaratnya, IMF meminta Indonesia
melepaskan proteksinya terhadap 9 bahan pokok dan menyerahkan semuanya ke pasar, liberal banget kan," kata Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Agusdin Faried
ketika ditemui di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (28/7/2012).Akibatnya, saat ini Indonesia kata Agusdin hanya memproteksi satu bahan pokok yakni hanya beras."Dulu Bulog memiliki peran meproteksi 9 bahan pokok yang dikenal dengan istilah
sembako, mulai dari gandum, beras, minyak, kedelai dan lainnya. Tapi sekarang hanya
beras. Jadi kalau bahan kebutuhan pokok lainnya harganya tidak stabil Bulog tidak bisa
berbuat apa-apa karena harga sudah diatur sesuai mekanisme pasar,"ungkap Agusdin.Ditambahkan Agusdin, coba bandingkan dengan negara tetangga Malaysia, negara
serumpun tersebut memproteksi bahan pokoknya sebanyak 30 jenis."Di Malaysia saja 30 jenis bahan pokok yang diproteksi pemerintahnya, Indonesia hanya
satu yakni beras," tandasnya.
(Detik.com)



Begitulah, misalnya: mengumumkan pada seluruh rakyat bahwa Indenesia tidak dapat lagi berazaskan Pancasila karena sudah terlalu banyak Investasi Kapitalis menggenggam sendi-sendi negara. Maka Indonesia sekarang perlu segera berazas dasar Kapitalisme Pancasila (memasyarakatkan kapitalis demi azas dasar Kerakyatan). Sehingga dengan demikian tata peraturan hajat hidup rakyat termasuk reward dan royalti dalam segala tata infrastruktur pada segala bidang profesi, kesejahteraannya dapat tersesuaikan dengan jelas dan dilindungi/dijamin oleh negara. Tuntutan kualitas produk lah yang menyebabkan kualitas standar SDM pembuatnya harus rata ter up-grade. Baru otomatis area pemasaran ke wilayah internasional dapat terbangun sesuai adilnya 'eksplorasi dan eksploitasi'. Standar apresiasi masyarakat secara keseluruhan otomatis dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan globalnya.

Akan berkurang jumlahnya, sesama warga negara yang saling terkam, saling tipu, saling sikat lagi. Ah, ya! Di negara maju sekalipun, tentu ada saja " orang jahat/ bad guy" nya, tetapi paling tidak : ..


Kurikulum pendidikan di seantero negeri akan di sesuaikan dengan target mempersiapkan siswa-siswi sebagai generasi penerus korporasi kapitalis. Pengelolaan semua urusan sekolah akan diperbaharui mutu nya sesuai standar swasta. Tiga puluh tahun ke depan dapat di pastikan negeri ini mempunyai standar profesional, baik secara kedirian tiap personal rakyatnya di segala bidang profesi, juga secara infrastruktur pengelolaan negara.



Tidak akan ada lagi sebutan daerah terbelakang. Karena semua badan jalan di tanah negeri ini (sebagai akses utama majunya pembangunan) terbangun bagus memadai. Guna negara merubah azas dasar negara dari azas Pancasila menjadi Kapitalis, .. agar jelas semua tata aturan main, dan setara dengan kenyataan di tanah wilayahnya.



.. agar jelas dan 'fair' bahwa rakyat negeri ini dapat "tumbuh" seiring pertumbuhan laju investasi.


Begitukan sasaran pembangunan yang terus terestafet dari Jenderal itu dahulu sampai Jenderal yang sekarang?


Kalau tidak segera di ganti azas dasar negeri ini, tentu ada sesuatu yang memang di sengaja oleh pihak-pihak tertentu, yang menginginkan untuk di untungkan, dari kenyataan rendahnya kualitas pengelolaan negara, seperti sekarang ini. Jelas Indonesia tereksploitasi oleh "sistem Macan" .. lihat dan sadari tak-tik 'meredam gejolak rakyat karena hal tersebut : bermunculannya slogan-slogan "DAMAI ITU INDAH"??


 'duh, Gusti ..



Siapa yang dapat memantau terus menerus penggunaan bahan kimia yang tak layak untuk manusia tetapi digunakan sebagai campuran bahan makanan, karena mahalnya harga bahan baku aseli, misalnya? Makanan-makanan itu di dagangkan di depan sekolah dasar? Setega itu kah, kita, Komunitas Semut? Sudah barang tentu, itu jadi tugas salah satu elemen kementrian yang termasuk tulang punggung bangsa ini,..



Akar atau sumber permasalahannya juga cuma ada di satu pertanyaan : negara ini berazas dasar apa?


..kenapa ? pada era "asal bapak senang" telah terjadi penurunan kualitas Nalar yang jelas dan signifikan ..terus terestavet sampai sekarang ..



Bernalarlah saudara-saudara.. demi masa depan anak cucu kita !


Sebuah keadaan negara yang terus menerus kacau, bertumpang tindih dan "berpura-pura mencerdaskan" itu yang kemudian membentuk bagaimana Penguasa menularkan pada generasi dibawahnya, anak cucu kita : untuk 'mau tidak mau harus tanpa Nurani dan merajalela sendiri-sendiri'. Seperti , misalnya, pedagang gas Elpiji eceran yang mau tidak mau juga menaikkan harga eceran per tabungnya jadi 30Ribu Rupiah karena menyambut bulan Ramadhan harga sembako tidak terkontrol sudah melambung tinggi?



sungguh astagah memanghh,..






Sikap Tawakal, Ikhlas dan Sabar, dari seluruh rakyat negeri Indonesia ini terbukti membuat seluruh rakyat menjadi begitu tahan sekaligus tetap berdaya juang menghadapi ulah para pembesar negerinya, hingga kekusutan ini JUGA bertahan begitu lama dan bertambah hebat. 




Btw, kenapa kekusutan di negeri ini mampu bertahan begitu lama sampai terakumulasi di detik ini? Karena semua orang Indonesia adalah orang yg sabar, ikhlas dan tawakal. Tak belajar dan juga tak peduli pada sejarah buruk yg pernah ditorehkan oleh partai Golkar, misalnya. That's it.

Kembali, berulangkali kita sudah diingatkan oleh berbagai fenomena sebagai isyarat alam yang tersurat: Saat sistem negara ini yg berazas dasar Kerakyatan tetapi investasi swasta dibiarkan masuk selebar jagad walau beralasan demi mengentaskan kemiskinan dan angka pengangguran di dalam negeri, tetap saja 'peristiwa' itu akan terus memberi gesekan dampak buruk, terus terestafet kepemimpin berikutnya, sampai raksasa investasi swasta selebar jagad menggenggam seluruh aspek kebutuhan rakyat dan negara ini kehilangan dominasi kekuasaannya dalam menerapkan cita-cita luhur Pancasila bagi seluruh rakyat. Lihat... negara berazas dasar Kerakyatan tapi tanpa swasembada apa-apa dikebutuhan pokok rakyatnya dan Raksasa investasi swasta yang mengerjakan? Ganti Rugi? dalam kondisi perekonomian negara yg 'skak mat' begini, ganti rugi cuma menarik simpati rakyat demi estafetnya kepemimpinan di tahun 2014 nanti.. teganya dirimu, tuan penguasa! Saat tuan tinggal secara instan menarik keuntungan upeti, rakyat gila-gilaan terhisap harga tenaga dan harga dirinya. Sampai satu-satunya yang tersisa jalan sejahtera bagi rakyat, mau-tak mau harus melekat erat ikut menyuburkan investasi swasta. Artinya rakyat mau tak mau jika ingin sejahtera harus menjadi swasta-swasta kecil yg lantas terhisap oleh swasta-swasta besar.. Penguasa Negara cuma sebagai pemilik rumah judi yang tinggal menarik keuntungan dari KEDUANYA.


Salam penuh Hormat dari saya.. yg juga belepotan kekurangan dan kesalahan ..

: Komunitas Semut, bersatulah! Jangan mau di adu domba, karena cuma kebersatuan rakyat satu Indonesia yang berarti kedaulatan rakyat, mampu berdiri di atas kendali negara secara elegan, bermartabat, berdaulat penuh justru tanpa anarkis, bersama bertanya pada:

Penguasa Negeri Indonesia, YTH.


*****
Salam Gerilya menebar Nalar.

3 comments:

  1. Salam satu jiwa Indonesia Raya? Hehehe.. Jelas terasa adanya makna Romantisme Perubahan yang coba di hembuskan disitu.. Orang Desa mana lagi yang akan terbius oleh slogan itu, mas? Manalah mungkin ada Perubahan di Negeri ini jika Iklim Investasi Swasta Asing dan Raksasa Ekonomi Domestik tidak mampu di nasionalkan? Mana ada Presiden baru yang mampu melakukannya? Bisa-bisa dia di musuhi sebagai perusak tatanan ekonomi dunia! Enak saja, lha wong mereka lengkap dgn surat perjanjian kontrak kerjasama??Salam gerilya menebar Nalar sebab musabab aneka ragam tragedi kemanusiaan yang terjadi di Indonesia. Agar jangan kita terus berulangkali jatuh ditempat, di lubang yang sama. Kami melihat bahwa kenyataan kian marak nyaris meratanya Investasi asing dan Raksasa domestik (yang pasti berirama kapitalis) justru ditanah bumi yg berazas dasar Kerakyatan ini, ibarat pertandingan sepak bola, lapangan rumputnya terlanjur berat sebelah.. Akibatnya terlanjur merusak segala hal didalam konstruksi negara. Termasuk cara pandang, mentalitas Nasionalis, budaya tak tertulis di kalangan rakyat. Setega itukah kita dengan menyetujui pilpres 2014 tanpa bersatu secara elegan tanpa anarkis menuntut pada penguasa agar mengganti azas dasar negara ini terlebih dulu menjadi Kapitalis Sosialis sebagai satu-satunya jalan? Demi setara dan seimbangnya aturan main menghadapi standar nilai kapitalis Investasi Korporasi Swasta. Karena pasti ujungnya penguasa mengarahkan agar rakyat juga menjadi swasta kecil-kecil yang terhisap swasta-swasta besar, siapapun presiden kita nanti..
    ."Ah,siapa saya tak penting !"
    Ingat saja selalu bahwa "suara rakyat adalah suara Tuhan"
    That's All.

    ReplyDelete
  2. Saya baru baca ini..
    Saat ini telah hadir sepasang manusia yg disebut2 satria piningit oleh sekumpulan orang.
    Belum lama ini mereka melawan World Bank dan JICA.
    Menurut anda, apakah orang ini akan bisa merubah semua sistim yg telah terbuat di Negri tercinta kita ini?
    Menurut anda, apakah bangsa Indonesia dapat meletakan harapan mereka di pundak orang2 ini?

    ReplyDelete
  3. Apakah Republik Indonesia ini terlalu cepat memproklamirkan kemerdekaannya?? Sehingga akhirnya malah pemimpin negara yang notabene bumi putera asli malah menjajah bangsanya sendiri???

    ReplyDelete